Masalah Kependudukan di Indonesia
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dari hasil
sensus penduduk tahun 1990 jumlah penduduk Indonesia adalah179,4 juta. Berarti
Indonesia termasuk negara terbesar ke tiga di antara Negara-negarayang sedang
berkembang setelah Gina dan India.Dibanding dengan jumlahsensus tahun 1980 maka
akan terlihat peningkatan penduduk Indonesia rata-rata1,98% pertahun.
Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, jumlah penduduk Indonesiapada tahun 1995
sebanyak 195,3 juta jiwa.
Bila dilihat
dari luas wilayah pada peta penyebaran penduduknya terlihattidak merata di 27
propinsi. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 1990 sekitar60% penduduk
tinggal di pulau Jawa, padahal luas pulau Jawa hanya 7% dari luaswilayah
Indonesia. Dilain pihak pulau Kalimantan yang luas wilayahnya hanyaditempati
oleh 5% dari jumlah penduduknya.Kondisi tersebut menunjukan bahwa kepadatan
penduduk Indonesia tidakseimbang.
Kondisi tersebut
memerlukan upaya pemerataan dan upaya tersebut telahdilaksanakan melalui
program transmigrasi dan gerakan kembali ke Desa.Dilihat dari tingkat
pertambahan penduduknya Indonesia masih tergolongtinggi, hal ini bila tidak
diupayakan pengendalianya akan menimbulkan banyakmasalah.
Di Indonesia
dari tingkat partisipasi anak usia sekolah baru mencapai 53%meskipun wajib
belajar pendidikan dasar 9 tahun telah dicanangkan olehpemerintah. Dibanding
negara tetangga, tingkat partisipasi pendidikan kita tergolongrendah. Hongkong
misalnya tahun 1985 telah mencapai 95%, Korea Selatan 88%dan Singapura telah
mencapai 95 % (Surabaya Post, 2 Oktober 1995).
Masalah-masalah
lain seperti ketenagakerjaan 77% angkatan kerja masihberpendidikan rendah.
Dampaknya terhadap pendapatan perkapita yang padagilirannya akan berpengaruh
terhadap kualitas hidup. Juga terhadap kehidupanrumah tangga seperti perceraian
dan perkawinan yang akan berpengaruh terhadapangka kelahiran dan kematian yang
dalam banyak hal dijadikan indikator bagikesejahteraan suatu negara.
Nampaknya
sederhana, tetapi harus diingat bahwa manusia adalah sebagaisubjek tetapi juga
sekaligus objek pembangunan sehingga bila tidak diantisipasimungkin pada
gilirannnya akan berakibat ketidakstabilan atau kerapuhan suatunegara.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Bagaimana kependudukan di Indonesia ?
2.
Seberapa besar tingkat kelahiran dan kematian penduduk di
Indonesia ?
3.
Dan cara menyeimbangkan antara kelahiran dan kematian ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui perkembangan penduduk di Indonesia
2.
Untuk mengetahui angka
kematian dan angka kelahiran penduduk di Indonesia
D. Manfaat
Selanjutnya MAKALAH ini diharapkan dapat memberi manfaat baik dari
segi teoritis sebagai berikut :
1.
Memberikan sumbangsi ilmu kepada teman-teman dan para pembacanya
tetang kependudukan di Indonesia.
2.
Diharapkan dapat menjembatani bagi para bapak/ibu agar mengetahui
jumlah penduduk di Indonesia sehingga mendapat pengetahuan bahwa ternyata
penduduk Indonesia sangat padat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Petumbuhan Penduduk Indonesia
Pertumbuhan
penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan maupun penurunannya.Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (natalitas), kematian
(mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).Kelahiran dan kematian
dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk dinamakan faktor non
alami.Migrasi ada dua yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut
migrasi masuk (imigrasi), dan yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi
keluar (emigrasi).Sebelum kita membahas perkembangan jumlah penduduk Indonesia,
terlebih dahulu perhatikanlah tabel di bawah ini.
B.
Masalah Kependudukan Di Indonesia
a)
Masalah
Akibat Angka Kelahiran
1. Total Fertility Rate (TFR)
Hasil perkiraan
tingkat fertilitas (metode anak kandung) menunjukan bahwa penurunan tingkat
fertilitas Indonesia tetap berlangsung dengan kecepatan yang
bertambah seperti nampak pada tabel di
bawah ini :
Periode (tahun)
|
TFR %
|
Penurunan/tahun
|
1967 -1970
|
5,605
|
1,7
|
1971 -1975
|
5,200
|
2,3
|
1976 -1979
|
4,680
|
2,8
|
1980 -1984
|
4,055
|
3,9
|
1987 -1990
|
3,222
|
2,1
|
Tingkat fertilitas
secara keseluruhan dari periode 1981- 1984 ke periode 1986 -1989 turun sebesar
18 % atau sekitar 3,9% pertahun. Namun tingkat penurunan fertilitas mulai
melambat atara periode 1986-1989 dan 1987-1990 yaitu menjadi 2,1% rata-rata
pertahun.
Sensus
Penduduk Indonesia 2010 (disingkat SP2010)
adalah sebuah sensus yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia pada tanggal 1 Mei - 15 Juni2010. Awalnya sensus ditargetkan selesai
pada 31 Mei 2010.Namun pada tanggal 31 Mei 2010, BPS memperpanjang waktu sensus
penduduk Indonesia sampai tanggal 15 Juni 2010.
Ada beberapa daerah yang sudah
menyelesaikan sensus sebelum tanggal 31 Mei, ada juga yang selesai sebelum 15
Juni.Sumber lainnya menyatakan bahwa sensus penduduk secara resmi berakhir pada
30 Juni 2010.
Ini adalah sensus penduduk ke-6 setelah Indonesia merdeka.Sensus ini menggunakan teknologi Intelligent Character Recognition/ Optical Mark Reader(ICR/OMR).Dalam sensus ini akan diajukan 43 pertanyaan mengenai: kondisi dan fasilitas perumahan dan bangunan tempat tinggal, karakteristik rumah tangga dan keterangan individu anggota rumah tangga. Biaya sensus ini Rp 3,3 triliun.
Ini adalah sensus penduduk ke-6 setelah Indonesia merdeka.Sensus ini menggunakan teknologi Intelligent Character Recognition/ Optical Mark Reader(ICR/OMR).Dalam sensus ini akan diajukan 43 pertanyaan mengenai: kondisi dan fasilitas perumahan dan bangunan tempat tinggal, karakteristik rumah tangga dan keterangan individu anggota rumah tangga. Biaya sensus ini Rp 3,3 triliun.
BPS memperhitungkan biaya Sensus
Penduduk 2010 hanya 1,5dolar AS per jiwa dibandingkan dengan biaya
sensus Amerika Serikat yang mencapai 3 dolar AS per jiwa. BPS mengerahkan 700.000
tenaga pencacah. Dalam sensus ini, BPS hanya akan mencacah penduduk yang sudah
menetap di dalam negeri (menetap lebih dari 6 bulan; kecuali diplomat asing).
BPS mengumumkan jumlah penduduk
Indonesia tahun 2010 lebih banyak dari 237 juta orang namun tidak akan melebihi
238 juta orang.[5][10][11]
Hasil pengolahan Angka Sementara diumumkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Agustus 2010 di sidang paripurna DPR.
Hasil pengolahan Angka Sementara diumumkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia tanggal 16 Agustus 2010 di sidang paripurna DPR.
Menurut publikasi BPS pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia
berdasarkan hasil sensus ini adalah sebanyak 237.556.363 orang, yang terdiri
dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun.
Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun.
Distribusi
penduduk Indonesia:
PULAU
|
PERSENTASE
|
Pulau Jawa
|
58%
|
Pulau Sumatra
|
21%
|
Pulau Sulawesi
|
7%
|
Pulau Kalimantan
|
6%
|
Bali dan Nusa Tenggara
|
6%
|
Papua dan Maluku
|
3%
|
2. Age Spesific Fertility Rate (ASFR)
Hasil SP71 dan SP80 masih menunjukan bahwa
tingkat kelahiran untuk kelompok umur wanita 20-24 tahun adalah yang tertinggi.
Namun demikian terjadi pergeseran ke kelompok umur (25 -29) tahun pada hasil
SP80 dan ini akanmemberikan dampak terhadap penurunan tingkat gfertilitas
secara keseluruhan (Trend Fertilitas, Mortalitas dan Demografi, 1994: 18)
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah
disebutkan beberapa masalah (terkaitdengan SDM) sebagai berikut :
1.
Jika
fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam
halpenyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatanketimbang aspek
intelektual.
2.
Fertilitas
meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi, akibatnya
bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negative dengan tingkat
kesejahteraan penduduknya.Jika ASFR 20- 24 terus meningkat maka akanberdampak
kepada investasi SDMyang semakin menurun.
Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Sjarief menyatakan, Indonesia harus segera
mengerem laju pertumbuhan penduduk. Maklum, saat ini laju pertumbuhan penduduk
Indonesia memang cukup tinggi, yakni 2,6 juta jiwa per tahun. “Jika ini tidak
diatasi, maka 10 tahun lagi Indonesia akan mengalami ledakan penduduk,” kata
Sugiri, kemarin.
Tahun ini, jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan sekitar 230,6 juta jiwa. Tanpa KB, 11 tahun lagi atau pada 2020,
penduduk Indonesia akan mencapai 261 juta manusia.
Tetapi jika KB berhasil menekan angka
laju pertumbuhan 0,5% per tahun, maka jumlah penduduk 2020 hanya naik menjadi
sekitar 246 juta jiwa. Ini berarti KB bisa menekan angka kelahiran sebanyak 15
juta jiwa dalam 11 tahun, atau 1,3 juta jiwa dalam setahun.
Jika penurunan laju pertumbuhan penduduk
sebanyak itu bisa tercapai, berarti negara bisa menghemat triliunan rupiah
untuk biaya pendidikan dan pelayanan kesehatan. Selain itu, dengan jumlah
kelahiran yang terkendali, target untuk meningkatkan pendidikan, kesehatan ibu
dan anak, pengurangan angka kemiskinan, dan peningkatan pendapatan per kapitan
dapat lebih mudah direalisasikan.
Sugiri memaparkan, pada 2006
rata-rata angka kelahiran mencapai 2,6 anak per wanita subur. Angka tersebut
tidak berubah pada 2007, sedangkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata masih
2,6 juta jiwa per tahun.
Untuk bisa menekan angka kelahiran
sampai 1,3 juta jiwa setahun, BKKBN menargetkan tahun ini peserta KB baru dari
keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera mencapai 12,9 juta keluarga.
Sugiri mengakui, pelaksanaan Progam
KB kini kurang berdenyut seperti era Orde Baru.Pasalnya, di era otonomi saat
ini, pemerintah daerah yang jadi ujung tombak pelaksanaan program justru
loyo.Selain itu, BKKBN juga kekurangan petugas lapangan.Saat ini KB didukung
oleh 22.000 petugas, “Kami butuh 13.000 penyuluh lagi.”
C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Tingkat Kelahiran
·
Struktur usia-jenis kelamin yang ada
·
Kepercayaan sosial dan religius - terutama berhubungan
dengan kontrasepsi
·
Tingkat buta aksara pada wanita
·
Kemakmuran secara ekonomi (walaupun pada teorinya ketika
sebuah keluarga memiliki ekonomi yang baik, mereka mampu untuk membiayai lebih
banyak anak, dalam praktiknya kemakmuran ekonomi dapat menurunkan tingkat
kelahiran)
·
Tingkat kemiskinan – anak-anak dapat dijadikan sumber
ekonomi pada negara berkembang karena mereka bisa menghasilkan uang (tenaga
kerja anak)
·
Angka Kematian Bayi - sebuah keluarga dapat mempunyai lebih
banyak anak jika angka kematian bayi (Infant Mortality Rate / IMR)
tinggi.
·
Urbanisasi
·
Homoseksualitas - pria dan wanita homoseksual
hampir seluruhnya tidak menjadi ayah dan ibu, mengurangi angka kelahiran tiap
tahunnya.
·
Usia pernikahan
·
Tersedianya pensiun
D.
Masalah akibat Angka Kematian
Penduduk Indonesia
Selama hampir 20
tahun terakhir, Angka Kematian Bayi (AKB) mengalamipenurunan sebesar 51,0 pada
periode 1967-1986. Tahun 1967 AKB adalah 145 per1000 kelahiran, kemudian turun
menjadi 109 per 1000 kelahiran pada tahun 1976.Selama 9 tahun terjadi penurunan
sebesar 24,8 persen atau rata-rata 2,8 persen per tahun. Berdasarkan SP90, AKB
tahun 1986 diperkirakan sebesar 71 per 1000 kelahiran yang menunjukan penurunan
sebesar 34,9 persen selama 10 tahun terakhir atau 3,5 persen pertahun (Trend
Mortalitas, 66).
Tabel
Perkiraan Angka Harapan Hidup (AHH)
Tahun
|
Nilai
|
SP1971
|
45,7
|
SP 1980
|
52,2
|
SP 1990
|
59,8
|
SP 2010
|
68.8
|
Sumber: BPS Jatim, 2010
Sejalan dengan
penurunan AKB, AHH menunjukan kenaikan. Pada tahun1971 AHH adalah 45,7 yang
kemudian naik 6,5 tahun menjadi 52,2 pada SP80 dan mengalami kenaikan 7,6
menjadi 59,8 pada SP90, dan pda SP 2010 mangalami kenaikan menjadi 68,8. Masalah
yang muncul akibat tingkat mortalitas adalah :
1.
Semakin
bertambahnya Angka Harapan Hidup itu berarti perlu adanya peranpemerintah di
dalam menyediakan fasilitas penampungan.
2.
Perlunya
perhatian keluarga dan pemerintah didalam penyediaan gizi yangmemadai bagi
anak-anak (Balita).
3.
Sebaliknya
apabila tingkat mortalitas tinggi akan berdampak terhadap reputasiBIndonesia
dimata dunia.
Pemecahan
masalah angka kelahiran dan kematian :
a) Kelahiran
Angka kelahiran perlu ditekan melalui :
ü
Partisipasi
wanita dalam program KB.
ü
Tingkat
pendidikan wan ita wanita mempengaruhi umur kawin pertama danpenggunaan
kontrasepsi.
ü
Partisipasi
dalam angkatan kerja mempunyai hubungan negatif denganfertilitas
ü
Peningkatan
ekonomi dan sosial.
b) Kematian
Angka kematian perlu ditekan :
ü
Pelayanan
kesehatan yang lebih baik
ü
Peningkatan
gizi keluarga
ü
Peningkatan
pendidikan (Kesehatan Masyarakat)
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa menurut jumlah penduduknya,Indonesia termasuk
negara yang besar dan menduduki urutan terbesar ke tiga diantara negara-negara
berkembang setelah Gina dan India.
Menurut hasil
sensus penduduk tahun 1990 penduduk Indonesia berjumlah 179,4 juta jiwa. Jumlah
tersebut meningkat sekitar 1,98% per tahunnya. Berdasarkan hasil proyeksi
penduduk tahun 1995 adalah 195,3 juta jiwa. Dari kondisi semacam ini timbul
berbagai masalah kependudukan antara lain: Ketidak merataan penyebaran penduduk
di setiap Propinsi. Di Indonesia berdasarkan SP 1990 kurang lebih 60% penduduk
Indonesia tinggal di Pulau Jawa yang luasnya hanya 7% dari luas seluruh wilayah
Indonesia. Sebaliknya Kalimantan yang mempunyai luas 28 persen dari seluruh
daratan Indonesia hanya dihuni oleh lebih kurang lebih 5% penduduk sehingga
secara regional kepadatan penduduk sangatlah timpang.
Tingkat
pendidikan penduduk yang bekerja, tampak masih rendah di mana tingkat
pendidikan yang terbanyak adalah SD, yaitu 37,6% dari seluruh penduduk yang
bekerja. Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan akan
tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu.
Pada tahun 1993, dari sekitar 1,2 juta orang yang terdapat sebagal PENCARI
KERJA HANYA SEKITAR 328.000 atau 27 % yang memperoleh penempatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar